Siang ini walau pun panas sangat menyengat di kulit, tidak memberhentikan lantunan“ lailahaillah”
berkumandang di tiap langkah demi langkah orang-orang yang membawa keranda
berisikan jenazah, jenazah tersebut akan di makamkan di pemakaman setempat.
Papan nisan atau batu nisan yang bertulisan nama, di bawa oleh seorang ibu yang
sambil menangis mengantarkan kepergian jenazah tersebut.
Jenazah tersebut
adalah anaknya yang meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya pada saat
hidup di dunia di tambah kecelakaan yang menimpa almarhum. Suaminya menenangkan
sang istri yang sedari tadi meneteskan air mata kesedihan.
“ sudah ma,
ikhlaskan saja kepergiannya”
“ mama sedih,
sebab mengapa anak kita pergi terlalu cepat”
“ sabar ya ma”
Hingga pada
akhirnya sampailah rombongan di tempat peristirahatan terakhir sang jenazah. Di
depan pintu masuk TPU, sudah di tunggu oleh penggali kuburan TPU setempat untuk
memberi tahukan makam jenazah.
“ mohon maaf pak, apakah sudah di siapkan makamnya”
“ ohh sudah pak
ustadz, ayo mari ikut saya”
“ oh baik pak”
“yang di atas
ambil jenazahnya kemudian di bawah siap menahan” pak ustadz berikan arahan
Dengan sangat
pelan-pelan dan hati-hati, tiga orang yang berada di bawah menahan jenazah yang
akan di makamkan.
“ awas pak
hati-hati yah”
Pelan-pelan Jenazah
telah di taruh, Pak ustadz lalu turun untuk mengadzankannya. Lantunan adzan
tersebut di arahkan ke telinga.
“ allahu akbar,
allahu akbar” adzan dikumandangkan hingga akhir, dan setelah itu barulah
mengqomatkan dengan suara di letakan di telinga lainnya.
Ketika proses
adzan dan qomat sudah selesai Ia naik kembali, dan tiga orang di bawah tadi
menutup sedikit demi sedikit jenazah menggunakan papan yang sudah di persiapkan
sebelumnya.
“ ya sudah ayo
tanahnya segera kita tutupi, sebelumnya bantu dulu bapak-bapak itu untuk naik”
Suasana pecah
dengan air mata, isak tangis kesedihan yang mendalam dengan kepergian sang
jenazah. Terlebih lagi kedua orang tua mereka yang masih tidak percaya anaknya
sudah di kebumikan saat ini. Penutupan
jenazah sudah selesai dan kemudian menaburkan bunga-bunga ke pemakaman.
“ ya sudah mari kita membaca doa
terlebih dahulu untuk almarhum sebelum kita pulang ke rumah masing-masing, doa
akan di pimpin oleh saya” (kata pak ustadz).
Pak ustadz memulai pembacaan doa
untuk almarhum, dan akhirnya selesai.
“ amin” (sambil
mengusap wajah dengan kedua tangan)
“terima kasih
bapak-ibu sekalian mari kita pulang”
Semua orang beranjak
pergi meninggalkan tempat pemakaman, hanya menyisakan keluarga almarhum. Ibunya
sangat sedih melihat anak semata wayangnya pergi meninggalkannya untuk
selamanya.
Tapi Indah
saudara dari almarhum, sebelum ia meninggal ia mendapatkan pesan terakhir
darinys agar memberikan buku dan sebuah kamera ini pada wanita yang di
sayangnya, Indah tau siapa yang di maksudnya itu.
“ indah tolong
yah berikan buku dan kamera ini kepadanya”
“baiklah, nanti
akan ku cari wanita tersebut”
“tolong yah ini
pesan terakhirku dan semua isi hatiku dan kisah manis bersamanya ada semua di
buku ini dan sebagian ada di kamera ini”
“ ia nanti akan
ku sampaikan dan ku berikan tenang aja” mengelus-elus jidat
Saat indah, om,
tantenya ingin beranjak dari tempat, terlihat dari jauh ada seorang anak
perempuan berlari dan sepertinya menuju ke arah mereka bertiga. Ia terihat dari
kejauhan meneteskan air mata, dan ia berteriak nama “ zami”.
Sampainya di
tempat, ia langsung mengelus batu nisan yang bertulisan nama yang ia panggil
tadi. Batu nisan tersebut bertulisan nama zami bin fauzan. Wanita tersebut
menangis sejadi-jadinya, dan merasa mempunyai salah kepada zami.
“ hei” memegang
pundaknya”
“ ia”
membersihkan air di mata dan juga pipinya menggunakan tangan
“ kamu namanya
ismiyah yah” bertanya indah
“ ia aku ismiyah
”
“ohh jadi kamu
yang namanya ismiyah” ibu aisah dengan menggunakan nada bicara tinggi “gara-gara
kamu anak saya jadi begini” lanjut ibu aisah yang merasa ini semua adalah
penyebab kesalahan dari ismiyah. Ibu
aisah marah besar tapi amarahnya di tahan oleh om fauzan suaminya sendiri.
“ sudah tante
sudah nanti indah yang bicarakan” ucap indah
“ sudah ma sudah
bener kata indah biar nanti ia yang selesaikan” memegang pundak istrinya
“ ya sudah ayo
pak kita pulang” sambil dengan tatapan yang tajam menatap ismiyah
Ibu aisah dan om
fauzan berdiri dan lekas pulang pergi meninggalkan mereka berdua, hanya tinggal
indah dan ismiyah. ia masih mengelus batu nisan zami, dan air matanya begitu
banyak menetes hingga membasahi pakaiannya.
" aku ingin bicara mi tapi jangan disini kita cari tempat lain saja" kata indah.